[RESENSI BUKU] : Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta? Cerpen Pilihan KOMPAS 2015


Judul                : Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta? Cerpen Pilihan KOMPAS 2015
Penulis            : Kompilasi penulis cerpen Harian KOMPAS 2015
Penerbit          : KOMPAS
Terbit               : Cetakan pertama, Mei 2016

Akhir-akhir ini saya sedang bersemangat (lagi) membaca buku, khususnya novel. Demi membunuh waktu yang sedang lowong, saya ngacir ke perpustakaan kece dekat rumah untuk menyewa beberapa novel terbaru. Setelah memilah-milah novel yang ingin saya sewa, akhirnya pilihan jatuh pada novel berjudul menggelikan,  “Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?” terbitan Kompas Gramedia cetakan Mei 2016. Nah, postingan kali ini, saya mencoba untuk meresensi buku tersebut karena memang bagus. Yuk simak!


Jujur saja, hal yang menarik perhatian saya pertama kali memilih buku ini adalah dari judul dan cover-nya. Konyol memang, tapi sukses membuat saya penasaran dan bertanya-tanya. Apa coba maksudnya mengencingi Jakarta? Haha, itulah Sastra, dude! Ada makna tersirat di dalamnya. Alasan kedua, ternyata novel/buku ini adalah kumpulan cerpen pilihan yang pernah terbit di Harian Kompas pada 2015. Saya tidak sangsi karena cerpen-cerpen yang pernah dimuat di Kompas memang high quality story. Karena cerpen, pastilah terdapat beragam cerita lintas genre dan penulis. Setelah saya scanning, ternyata rata-rata para penulisnya adalah sastrawan senior, seperti Ahmad Tohari, Budi Darma, Seno Gumira Ajidarma, Putu Wijaya, Djenar Maesa Ayu, Triyanto Triwikromo. Sementara beberapa lainnya merupakan penulis muda, seperti Faisal Oddang (Penulis novel Puya Ke Puya), Miranda Seftiana, Anggun Prameswari dll.
Dalam buku setebal 256 halaman ini terdapat 23 judul cerpen dari 50 karya yang dimuat sepanjang 2015. Dari 23 judul,  para juri atau editor harian Kompas sepakat memilih judul “Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?” karya Ahmad Tohari. Hal ini dirasa menarik secara artistik karena adanya keberpihakan pada rakyat kecil dan memiliki sentimen yang cukup kuat. Karya tersebut menceritakan sebuah adegan tentang Ayah gelandangan yang memberikan sarapan untuk anak  laki-lakinya berusia lima tahun berupa mi instan dalam kantong plastik. Sang anak kemudian ingin pipis, namun segera dicegah oleh sang Ayah agar tidak kencing di dekat ibunya yang masih tertidur pulas di rumah kardusnya di pinggir rel. Wah, wah.. hati saya langsung kecut setelah membaca bagian ini:
“Kencing dekat punggung emak, tidak boleh. Kencing dekat buntalan pakaian, juga tidak boleh. Yang boleh di mana, Pa?” Si ayah tersenyum. Wajahnya sungguh menampakkan wajah manusia bebas merdeka, khas wajah warga kehidupan pinggir rel kereta api.
“Nak, dengar ini! Kamu boleh kencing di mana pun seluruh Jakarta; di Menteng, di pinggir Jalan Thamrin, di lapangan belakang Stasiun Gambir, di sepanjang gili-gili Kebayoran Baru, juga boleh kencing di Senayan. Dengar itu?”
Sentimen inilah yang membuat karya Ahamad Tohari berhasil menjadi judul kumcer Kompas 2015. Boleh kencing dimana saja, asal jangan di tubuh ibunya, sekaligus melampiaskan kekesalannya terhadap apa yang ada di DPR Senayan  Jakarta.
Selain judul “Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?”, judul lain menurut saya juga istimewa. Namun jika boleh bilang favorit, saya memilih cerita “Linuwih Aroma Jarik Baru” karya Anggun Prameswari. Judul ini agak sedikit mistis menurut saya. Tentang seorang anak perempuan yang memiliki linuwih atau kemampuan mengetahui kematian seseorang melalui aroma jarik batik baru. Kemampuannya tersebut didapat setelah kejadian mati suri yang ia alami. Di akhir cerita ini,  saya sedikit merasakan gejolak ketika si gadis mengetahui bahwa aroma jarik baru yang sangat dekat dengannya ternyata berasal dari orang terdekat di hidupnya yang kedua.
Judul lainnya yang bikin saya tersepona yakni “Basa Basi” oleh Jujur Prananto. Bercerita mengenai seorang karyawan BUMN yang sangat membenci basa-basi antara atasan dan rekan-rekan kerjanya. Namun, demi kesopanan dan kepatuhan ia juga mengikutinya.
Sekali lagi, karena buku ini adalah kumcer dari berbagai penulis, sehingga masing-masing cerita memiliki alur, genre, gaya bahasa yang berbeda, namun tetap dikemas secara apik dan ngena. Isu-isu yang diangkat pun juga bergam seperti sosial, politik, dan hukum. Beberapa cerita bahkan mengangkat isu tentang LGBT.

Saya rekomendasikan buat teman-teman yang sedang mencari buku atau novel bagus, kumcer “Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?” terbitan Kompas Gramedia ini wajib masuk dalam must-reading list. Terakhir, saya kasih rate buku ini 4.5 dari 5 poin deh. Happy reading!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suka Duka Kerja di Vads (Bagian II)

Suka Duka Kerja di Vads (Bagian I)