Terjebak di Lift?.. No more!

ilustrasi (sumber:Kompas)

Ada yang pernah terjebak di lift? Apa rasanya?

Tulisan kali ini saya mau berbagi pengalaman kampret terjebak di lift kantor. Saya ingat, pengalaman tersebut terjadi tepat seminggu sebelum puasa Ramadhan 2017. Hari itu kebetulan saya dapat sif pukul 8 pagi. Seperti biasa, saya harus udah di kantor setidaknya pukul 7.30 karena harus nyiapin sistem di komputer. Sekedar info, kantor saya ini punya dua lahan parkir, yang satu di luar dan yang satu lagi di basement. Untuk urusan parkir memarkir ini saya lebih senang di basement karena kasihan si motor kalau kena panas sama hujan, dasar jomblo.. siapa lagi yang bisa anter muter Jogja selain dia, yekaaan..jadi harus disayang. Oiya, kantor saya ini ada 4 lantai dengan base project saya di lantai 2. Karena ogah naik pakai tangga, jadilah saya lebih sering pakai lift meski liftnya kecil (Cuma muat 5 orang dewasa) dan udah uzur pula. Informasi lagi nih, kantor saya ini bekas gedung swalayan stock well Jogja yang udah bangkrut. Manajemen kantor sekarang cuma merenovasi bagian dalam aja, membiarkan lift dan eskalator lawas tetap pada titahnya (halah).  

Tumben sepi, pikir saya. Biasanya kalau pagi pasti antre naik lift dari basement karena banyak juga staf yang ngantor di lantai 3, tapi ini saya sendirian. Jadilah saya naik sendiri, malah enak gak banyak kan. Dengan santai saya masuk dan langsung menekan tombol nomor 2. Entah kenapa setelah pintu lift menutup saya sempat merasa snewen karena terdengar suara kabel lift tua yang mulai mengatrol naik. Baru beberapa detik naik, saya kaget karena lift tiba-tiba berhenti dengan kasar, mampus lah!
Panik? pasti. Hal pertama, saya coba menekan tombol emergency disana, tapi tombol kampretnya nggak berfungsi, bahkan semua tombol mendadak mati ti! Saya sebenernya udah wanti-wanti kalau lift ini emang udah bobrok. Suara kabel lift sering terdengar berdecit menandakan karat, pintu lift yang susah menutup kembali atau bahkan pintu yang tiba-tiba membuka sendiri meski udah tertutup rapat. Kemudian saya mikir, ini posisi lift dimana ya. Kok rasanya jauh dari suara luar dan lebih kedap. Jangan-jangan di tengah-tengah lantai 1 dan 2. Dan ternyata benar! Posisi lift berhenti tidak semestinya, di depan adalah tembok. Takut? Jelas! Saya mulai mikir dosa, mulai mikir yang tidak-tidak. Gimana kalau lift beneran di tengah dan nggak ada yang tau, gimana kalau kabel putus lalu..lalu..wassalam. Setelah kira-kira 20 detik nunggu dan bingung mau apa, saya coba teriak minta tolong. Jujur sebenernya saya malu teriak tolong hehe. Udah sayanya jomblo, stuck di lift sendirian pula! Kok mesakke men..

Tapi syukur alhamdulilah, ternyata posisi tidak benar-benar di tengah atau depan tembok. Ada seorang mbak yang dengar suara merdu saya. Sekira seperempat kotak lift ternyata masih di lantai 1, jadi menggantung gitu lah, susah jelasin yang tepat gimana yak hehe. Saya pun ndodok perlahan (hayo bayangkan!) dan menjelaskan ke sesembak kalau status saya jomblo, eh salah, maksudnya sendirian di lift. Sesembak pun juga terdengar sedikit panik setelah tahu saya ‘menggantung’ sendirian di lift dan beliau mencoba memanggil satpam lantai 1. Pak satpam pun datang dan saya coba teriak “Pak, tolong iki piye, huhu”. Sesebapak dengan santai menenangkan dengan bilang santai saja dan tanya saya sama siapa. Sekali lagi.. “Pak, saya jomblo!” tentu dalam hati saya ucapkan begitu. Lalu bapak satpam mengarahkan saya untuk membuka tuas pintu dari dalam, posisinya ada di ujung atas pintu. Sambil panik dan berdiri, saya mulai cari-cari. Tiba-tiba saya blank dan nggak tahu tuasnya bentuknya gimana dan manaa kok nggak ketemu. Agh..entah kenapa saya panik lagi dan tanya ke pak satpam yang mana sih pak tuasnyaa. Dengan sabar beliau mengarahkan, saya coba tenang.. just take a deep breath for a while and you will find it, Fa!  Dan... oalah tuas iki to.  Ternyata tuas besi laiknya tuas pagar rumah! Haha. saya pun menurunkan tuasnya dan pintu lift terbuka. 

Kepanikan selanjutnya, terus gimana saya keluarnya? Jarak posisi lift menggantung ke tanah lantai 1 cukup tinggi. “loncat ya mbak!” si bapak nyuruh saya loncat, duh. Bingung campur takut! Kalau saya pas coba turun lalu tiba-tiba lift menyala dan naik ke atas gimana, kalau saya ikut terjepit gimana, kan nggak lucu. Pak satpam mencoba menenangkan lagi dan bilang bahwa semua akan baik-baik saja. Waktu si bapak bilang gitu, kok hati saya adem ya, dan mbuh kok saya langsung percaya sepenuhnya ke beliau.. Si mbak yang kali pertama dengar saya tadi ternyata masih di sana, mencoba ikut membantu. Beliau mengulurkan tangannya ke saya sedangkan si bapak pegang lantai lift yang menggantung, seperti menahan. Dan, hup! Akhirnya saya turun ke lantai 1 dengan syelamat. Entah kenapa setelah keluar rasanya pengin nangis disitu juga, tapi saya empet. Sesembak dan pak satpam coba menenangkan, saya berterima kasih dan langsung ke lantai 2 pakai tangga. Sesampainya di floor –sebutan area kerja, saya nangis kejer dan memeluk Emma, teman kantor saya yang sudah sampai duluan. Teman lain otomatis mendekat. Oh, jadi ini rasanya syok. 

Dari pengalaman itu, saya jadi parno kalau naik lift, apalagi sendirian. Lebih baik pakai eskalator atau tangga kalau clift’e mati pet je.
uma ke lantai terdekat. Kalaupun pakai lift, pasti saya bakalan pegang tangan teman. Satu hal yang pasti, kalau terjebak di lift jangan langsung panik. Coba tenangkan pikiran dan tetap kontrol emosi. Kalau bisa periksa waktu kejadian jam berapa dan hari apa. Kalau liftnya oke, pencet tombol emergency atau tekan tombol setiap lantai satu per satu. Tapi untuk tips terakhir, sepertinya tidak berlaku buat saya, lha wong lift'e mati pet je..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suka Duka Kerja di Vads (Bagian II)

[RESENSI BUKU] : Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta? Cerpen Pilihan KOMPAS 2015

Suka Duka Kerja di Vads (Bagian I)