Apa Sulitnya Berpamitan

ilustrasi diperankan oleh model amatir

Akhir-akhir ini saya sempat jengkel dengan beberapa teman yang tiba-tiba pergi tanpa say goodbye, tanpa pamitan. sebenarnya nggak perlu yang harus cipika cipiki atau sampai nangis yang tersedu-sedu. Jujur sih, saya tipe orang yang welcome sama siapa aja, meski teman itu susah nyambung sekalipun. Saya pun merasa diri ini selalu baper—bawa perasaan. Baper apaa aja deh, nggak melulu tentang cinta, kalau ada orang yang tiba-tiba menjauh dan jarang ngajak ngobrol saya, saya langsung kepo ‘kok kita sekarang diem sih, aku punya salah apa’e?’ ya bukannya gimana, diri ini mencoba untuk selalu berintrospeksi diri agar bisa masuk surga (cuih!). Saya sangat menghargai pertemanan, meski baru kenal sehari pun, saya mencoba untuk membuka diri selebar-lebarnya. Eh, karena terlalu lebar saya jadi tambah gendut,  saya malah kecewa dan sedih sendiri. Sebagai pengalaman, saya berkenalan dengan seseorang yang baru dua hari tatap muka, dia pun banyak bercerita mengenai dirinya (yang selanjutnya ngobrol pakai WA). Ia ceritakan juga masalah kerjaan bahkan sampai masalah ia baper sama perempuan yang udah punya pacar. Sebenarnya saya bukan pendengar yang baik, tapi saya senang dengan cerita-cerita seseorang. Nah, setelah kira-kira dua minggu kami intens chatting, tiba-tiba teman ini ngilang. Ngilang dalam artian no chat sama sekali. Bener-bener berhenti. Sehari sebelum si teman ini cuek, ndilalah nya kok ya saya menghapus semua riwayat chatting di WA karena bikin hape lemot. Dan bodohnya, ternyata saya belum sempat simpan nomor si teman ini. Hilang sudah kenangan. Memang beberapa hari sebelumnya dia sudah bilang kalau akan balik ke ibukota minggu depan (senin), tapi dasar saya bukan pendengar yang baik, saya lupa tepatnya jam berapa . Saya berpikir, paling nanti juga dia chat kalau mau pamit. Sampai seminggu kemudian dia nggak pernah open chat dan sukses membuat saya ber-su’udzon ria. Saya sempat berpikir, iki konco yen butuh tok po ya? Saya mangkel, saya sedih, dan saya kecewa (kok lebay ya). Segitunya kah pertemanan kami, sulit kah untuk sekadar mengabari keadaan dan bilang “sampai jumpa”.

Lalu, selepas dua minggu kemudian, kejadian teman pergi tanpa pamit berulang. Sekarang saya sudah jadi anak rantau dan pastinya ngekos. Kalau ngekos pastilah punya temen kos. Nah, si teman ini posisi  kamarnya tepat berada di depan kamar saya. Jadi ya tahu dia lagi di kamar apa enggak. Meski baru dua bulan kenal, kami sering ngobrol, cari makan bareng, curcol sana-sini dan seringnya saya dolan ke kamarnya buat nonton tivi. Hehe. Tapi sungguh, saya berteman dengan dia bukan karena tivinya lho. Kemudian dia bilang kalau jarak kos dengan kampusnya cukup jauh dan ada rencana pindah, padahal ya Cuma 15 menit. Waktu itu saya Cuma bilang, kalau kamu pindah nanti saya nggak bisa nonton tivi lagi. Kami pun hanya ketawa. Lalu, sekali lagi saya bukan pendengar yang baik dan saya lupa dia pernah bilang kalau akan pindah tanggal 14. Di tanggal itu ternyata saya posisi sedang di rumah karena dapat jatah libur weekend. Saya tahu si teman kos ternyata sudah pindah dari teman kantor saya yang tiba-tiba chat. Teman kantor ini ternyata juga mau pindah ke kos-an saya dan dia pilih kamar tepat di depan saya. Heran lah, heran dong.. karena kamar depan masih dipakai, tapi teman kantor bilang sudah kosong. Nah, lagi! Saya mangkel dan sedih. Jahat sekali dia nggak ngabari apa-apa, dan baper  pun muncul, saya punya salah apa sama dia ya.

Dalam berteman, sebisa mungkin tetap bisa menjaga tali silaturahmi bukan. silaturahmi kan bisa mendatangkan banyak manfaat, bisa memperpanjang umur atau melapangkan rezeki kita misal. Contoh nyata dari manfaat silaturahmi dan menjaga pertemanan baru saja alami beberapa bulan lalu. ketika saya baru anget-angetnya menjadi anak indekos, saya mencoba untuk berkenalan dengan beberapa tetangga kamar atas dan sebelah. Kebanyakan saya jemput bola alias menyodorkan diri berkenalan karena rata-rata tetangga kos bersikap individualis, kalau nggak disapa duluan ya nggak bakal menyapa. Heloo.. saya nggak mau jadi cah suwung di kos hanya gara-gara nggak kenal sama tetangga. Dari beberapa perkenalan, ada satu yang cukup welcome, saya memanggilnya Mbak Vera asal Kuningan. Kami makin akrab ketika saya dolan ke kamarnya dan terkaget-kaget karena di kamarnya penuh novel-novel tertata di rak. Ini kos apa perpustakaan, batin saya. Haha. Karena saya juga suka buku dan sastra, kami pun nyambung dan sering bertukar novel (baca: pinjam). Satu bulan akrab, Mbak Vera bilang ingin pindah kerjaan sekaligus pulang kampung ke Kuningan. Saya sedih bakal kehilangan sosok teman sekaligus kakak. Dua hari sebelum kepindahan, tiba-tiba Mbak Vera menawari saya beberapa barang-barang yang ada di kamarnya. Dia bilang beberapa barang seperti meja rak, rak buku, dispenser, kipas angin, dan cermin bikin nambah biaya kargo. Ya Allah Gustii..Alhamdulillah, mimpi apa saya semalam dapat barang-barang Mbak Vera yang memang sangat saya butuhkan sebagai anak kos baru. Waktu itu Kamar kos saya masih kosong kecuali kasur dan almari saja, dengan hibah segitu banyak dari Mbak Vera, tentu saya bersyukur dan hepii syekali. Hihii. Padahal saya kerap curhat ke ibu kalau saya butuh cermin dan kipas angin, tapi harus sabar sampai gaji pertama turun. Hehe.  Ya Allah.. ternyata ini manfaat menjalin dan menjaga pertemanan. Sebelum dia pergi, tak lupa saya berikan kenang-kenangan untuknya berupa lukisan cat air yang saya buat sendiri. Sampai sekarang kami masih lancar komunikasi dan berharap masih bisa bertemu kalau dia ke Jogja. Semoga rahmat Allah swt. selalu menyertaimu Mbak Vera.
ojok serius ah 

Dari pengalaman-pengalaman diatas, saya mencoba membuang jauh pemikiran negatif  dari istilah konco yen butuh. Justru kalau teman itu datang ke saya karena ada mau dan butuhnya saja, berarti saya dianggap sangat penting dalam hidupnya. Dan dari situ pula, saya bisa berkaca sikap dalam berteman, jangan-jangan malah saya konco yen butuh itu sendiri. ‘Teman’ kan juga makhkuk sosial, kalau butuh bantuan ya wajar to, tinggal respon diri kita aja gimana. Take the good vibes in every negative thoughts, lah yaa... semoga teman-temin saya itu masih mengingat saya sebagai salah satu teman dari berbagai teman dalam hidupnya yang indah. P.S: Ojok dipikir serius!




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suka Duka Kerja di Vads (Bagian II)

[RESENSI BUKU] : Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta? Cerpen Pilihan KOMPAS 2015

Suka Duka Kerja di Vads (Bagian I)